Minggu, 20 Maret 2011

Buah Pisang, Berbuah Harapan

Agus Wahyuni
Borneo Tribune, Sambas

Buah pisang, selain rasanya yang manis, ternyata bisa menghasilkan api biru. Ini karena buah pisang banyak mengandung glukosa. Jika diolah dengan baik, buah pisang akan menghasilkan gas etanol, atau menghasilkan api biru itu. Gas ini bisa digunakan untuk keperluan memasak, sebagai pengganti gas elpiji.
Bagaimana bisa?
Temuan ini berawal dari ketekunan DR. Eng. M. Ismail Yusuf, MT, dosen fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pomtianak. Ia berhasil mengembangkan pisang menjadi bahan baku biofuel. Biofuel sendiri sejenis gas etanol, kegunaannya adalah bisa dijadikan sumber energi untuk memasak, mirip dengan gas elpiji.
Ia memulainya, dari membaca dari beberapa buku itu, menyebutkan, buah pisang banyak mengandung glukosa. Dari situ, ia kemudian melanjutkan dengan ujicoba.
Nah, pada awal 2006, adalah awal permulaannya melakukan eksperimen. Mula- mula ia gunakan dua sisir pisang atau sekitar dua kilogram pisang. Dia memilih jenis pisang Pinang, karena buahnya yang besar, juga memiliki ukuran yang panjang, dibanding jenis pisang lain.
Tahap pertama, ia menyiapkan beberapa peralatan. Peralatan itu ia pinjam dari Laboratorium Fakultas Teknik, diantaranya tiga buah tabung volume, dari bahan kaca ukuran tiga liter dan beberapa pipa diameter kecil. Kebetulan juga ia seorang dosen teknik, yang menjabat sebagai kepala Laboratorium Konversi Energi Listrik. Sehingga lebih mudah mendapatkan peralatan yang diperlukan.
Langkah pertama, ia menyiapkan tiga buah tabung tadi, fungsinya sebagai tempat menampung gas etanol, hasil filterisasi yang mengalir dari pipa yang sudah terpasang ketiga tabung.
Untuk menghasilkan gas etanol, dua sisir pisang tadi dimasukkan ke dalam blander, berfungsi sebagai alat pelumat pisang. Setelah halus, menyerupai minuman jus. Jus pisang langsung diendapkan menggunakan ragi secukupnya, tujuannya agar bisa mengalami fregmentasi.
Jika proses itu sudah selesai dilakukan, dilanjutkan dengan memasukkan endapan itu ke dalam tabung, dan dipanaskan dengan perlakuan khusus. Secara berlahan pisang tersebut mengurai menjadi molekul yang sederhana, yakni glukosa.
Hasil glukosa yang didapat tadi, dialiri di tabung penampung. Hasilnya, didapatlah satu liter etanol, dengan kadar alkohol sekitar 90 persen. Dan siap digunakan untuk bahan bakar keperluan memasak. Begitu penjelasan Ismail.


Pada Juni 2009, Ismail kemudian mencoba untuk mendemontrasikan buah penemuannya dihadapan sejumah peneliti Kalbar, dan perwakilan pemerintah daerah, di gedung Rektorat Universitas Tanjungpura, Pontianak. Hasilnya, gas etanol dari dua sisir pisang, jenis pinang, saat disulut api, dapat menyala pada wadah kecil. Wadah ini berjenis kompor mini, mirip tungku. Ini biasa digunakan sebagai pemanas sajian masakan, pada acara resepsi pernikahan. “ Bedanya, tungku jenis itu, tergantung pada alkohol, tapi ini dari kandungan buah pisang, kata Ismail, saat saya mewawancarainya pada 28 Juni 2009, di ruang kerjanya, Fakultas Teknik Untan.
***
Ismail Yusuf, dosen merangkap sebagai kepala Lab Konversi energi di Fakultas Teknik Untan. Dikalangan mahasiswa, ia cukup dikenal. Apalagi mahasiswa yang ikut terlibat dalam proyeknya.

Jenjang karirnya, pada tahun 1990, ia menyelesaikan studi Strata 1(S1) di Fakultas Teknik Untan. Setelah itu, ia diangkat menjadi dosen di tempat yang sama. Lalu, pada 1993-1995, ia kemudian melanjutkan gelar magister (S2) di Institut Teknologi Bandung, program keahlian konversi energi. Hanya berselang setahun, ia pun mendapat kesempatan untuk mengambil gelar doktor, pada tahun 2003, bidang energi terbarukan, di Toyohashi University Of Technology, di Toyohashi, Japan. Dan pada tahun 2005-2007, ia pun mengambil cos doctoral program, di tempat yang sama, proram ini salah satu syarat untuk menjadi dosen. Hingga sekarang, ia masih aktif menjadi dosen di Fakultas Teknik Untan.

Selain menciptakan gas etanol dari pisang, sebenarnya, Ismail juga sudah mampu menciptakan energi terbarukan lainnya, yakni energi listrik mengunakan tenaga matahari dan angin, sekitar 20 Kwh, atau rata- rata 500 watt untuk 40 buah rumah, di desa Sengkubang, Kabupaten Pontianak. Dan kini masyarakat di sana sudah menikmati energi listrik tadi.

Dikalangan mahasiswa, ia cukup dikenal. Apalagi mahasiswa yang mengambil tugas akhir berkaitan tentang energi terbarukan. Biasanya, selain dosen pembimbing, ia juga sering menyertakan mahasiswanya ikut terlibat langsung dalam proyeknya, seperti pembangunan pembangkit listrik tenaga angin dan matahari.

Lelaki yang tidak bisa lepas dengan kopiahnya ini dikenal disiplin waktu, baik saat mengajar bahan kuliah, juga disiplin dalam waktu ibadah. Sehingga tidak heran, jika ada tamu ada keperluan dengannya, jika sudah memasuki waktu sholat, tamu tersebut harus rela ia tinggalkan, meskipun itu tamu penting.

Nah, kaitannya tentang percobaanya, bagaimana buah pisang bisa menghasilkan gas etanol ?

Ismail mengatakan, dalam percobaannya, ia menggunakan terori dupleks. Dimana, menurut teori ini, minyak bumi terbentuk dari jasad renik (senyawa hidrokarbon) yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang telah mati. Jasad renik tersebut, lalu terbawa air sungai bersama lumpur dan mengendap di dasar laut. Akibat pengaruh waktu yang mencapai ribuan bahkan jutaan tahun, temperatur tinggi dan tekanan oleh lapisan di atasnya, maka jasad renik tersebut berubah menjadi bintik-bintik dan gelembung minyak atau gas.

Bagi Ismail, minyak bumi terbentuk melalui proses yang sangat lama dan persediaanya terbatas, sehingga digolongkan sebagai sumber energi yang tidak dapat diperbaruhi.

Salah satu senyawa hidrokarbon sebagai alternatif bahan bakar yang dapat diperbaharui yaitu Etanol (C2H5OH), yang merupakan senyawa hidrokarbon yang lebih sederhana dan mempunyai tingkat emisi buang yang lebih rendah dibandingkan minyak bumi.

Lalu, untuk proses pembuatan etanol sendiri, ia adopsi sama seperti dalam pembuatan tape melalui fermentasi. Bahan baku dalam proses ini adalah ubi kayu, beras dan ketan. Hal ini dikarenakan bahwa bahan-bahan tersebut mengandung karbohidrat / pati (C6H10O5) .

Pati diubah oleh enzim menjadi molekul karbohidrat yang lebih kecil, yaitu Glukosa. Selanjutnya Glukosa diubah menjadi Etanol.

Ditinjau dari rangkaian prosesnya, penggunaan pati kurang effisien, karena tidak seluruhnya dapat dirombak oleh bakteri. Disamping itu pada saat kosentrasi alkohol mencapai sekitar 18% bakteri akan mati. Oleh karena itu, pembuatan etanol dengan substrat Glukosa menjadikan proses lebih singkat.

Glukosa atau gula anggur terdapat pada buah-buahan, madu, biji, akar dan daun. Salah satu jenis buah-buahan yang mengandung kadar Glukosa relatif lebih tinggi adalah pisang. Oleh karena itu pada pilot projek ini akan dilakukan pembuatan etanol berbasis bahan baku pisang. Kandungan selulosa pada pisang merupakan polisakarida yang apabila dipanaskan dengan perlakuan khusus maka selulosanya akan mengurai menjadi molekul yang lebih sederhana yaitu glukosa. Hal inilah yang menyebabkan jumlah kandungan glukosa pada pisang lebih tinggi. Oleh karena itu pembuatan etanol dengan bahan baku pisang relative sangat menguntungkan.

Proses perubahan glukosa menjadi etanol oleh mikroorganisme tidak dapat berlangsung pada kondisi kadar air yang ada pada Pisang (sekitar 60%), sebab apabila dilakukan fermentasi pada keadaan tersebut maka proses perubahan glukosa dominan akan membentuk asam cuka (CH3COOH).

Mengenai penelitiannya tentang energi gas ethanol dari buah pisang, ia mengakui, pemanfaatannya masih perlu diteliti lebih mendalam supaya hasil yang diperoleh maksimal. "Terutama untuk memperoleh tingkat ekonomis misalnya berat pisang serta proses pengolahannya," kata Ismail.
Tanaman Pisang (Musa Paradisiaca, Linn) adalah tanaman iklim tropis basah yang mudah didapatkan di Indonesia, tahan hidup di musim kemarau serta mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik.

Umumnya, pisang yang akan menjadi bahan baku utama, sebenarnya jenis yang tidak dimanfaatkan masyarakat, itu artinya, secara tidak langsung, tidak berbenturan dengan kebutuhan pangan.
Produksi pisang di Indonesia setiap tahun sekitar 2,1 juta ton per tahun. Dan untuk di Kalimantan Barat, persebaran tanaman pisang berdasarkan data produksi pisang, dari dinas pertanian Kalbar, tahun 2007, berjumlah 144.895 ton, yang tersebar di Kabupaten Pontianak, yakni 116.854 ton pertahun. Ketapang, 9.541 ton. Sambas, 5.009 ton. Bengkayang, 3.039 ton. Landak, 557 ton. Sanggau, 1.689 ton. Sintang, 863 ton. Kapuas hulu 1.181 ton. Sekadau, 159 ton. Melawi, 380. Kota Pontianak, 3.097. dan Singkawang, 2.526 ton.
Selama ini buah pisang dikenal sebagai buah pelengkap hidangan pencuci mulut selepas menyantap makanan. atau didalam kehidupan sosial masyarakat, buah pisang sebaga alternatif lahan usaha lapangan kerja, Biasa terlihat, hampir di sepanjang jalan, banyak ditemukan pelaku usaha menjual hasil olahan pisang, seperti gorengan, kolak pisang, sampai keripik pisang. Selain itu, ternyata keberadaan pisang sebagai alternatif sumber energi untuk memasak, pengganti minyak tanah dan gas elpiji.

Apalagi kebutuhan pisang di kalbar, per tahun mencapai 144.895 ton. Jumlah tersebut akan membantu mencukupi kebutuhan bahan bakar jenis gas di Kalbar. Asumsinya jika 1 ton gas membutuhkan 1.000 liter gas etanol. Jadi 144.895 ton dibagi 1.000 liter, hasilnya sekitar 144 ton. Itu artinya, Kalbar mampu menghasilkan gas ethanol sekitar 144 ton, per tahun.

Sales Area Manager PT Pertamina kalbar, Ibnu Chouldum, mengatakan, Pertamina sekarang sedang melakukan persiapan konversi gas. Saat ini sudah dibangun Pengisian elpiji di Kalbar dilakukan di Stasiun Pengisian dan Penyaluran Elpiji Khusus (SPPEK) milik PT Gemilang Asia Sejahtera (GAS) yang ada di Desa Wajok Hilir, Kabupaten Pontianak. SPPEK sendiri memiliki tangki timbun berkapasitas total 750 ton, untuk 15 hari, sedangkan kebutuhan elpiji di Kalbar dalam satu hari berkisar 40 ton.
Namun, jika kita melihat kebelakang, data jumlah rumah tangga miskin, dari data statistik Kalbar, 2007, jumlahnya mencapai 550 ribu. Itu artinya, gas ethanol dari produksi pisang, pertahunnya mencapai 144 ton, artinya, kebutuhan gas untuk warga miskin masih bisa terpenuhi.
Itu hanya asumsi. Dan Ismail mengakui, pemanfaatan pisang menjadi etanol masih perlu diteliti lebih mendalam supaya hasil yang diperoleh maksimal. Jika itu sudah tercapai, ia yakin, harga gas ehanol jauh lebih murah dibanding gas elpiji. Karena biaya produksi yang murah. Satu sisir pisang, seharga kurang lebih Rp 2.000, untuk satu liter gas.
“Jika saat ini satu tabung gas elpiji di pasaran Kalbar mencapai Rp 90.000, gas ethanol bisa setengah harga gas elpiji,” kata Ismail.
Namun, untuk mewujudkan itu semua, Ismail terkendala oleh dana yang terbatas. Ia pernah mengajukan tawaran penelitian lanjutan pemanfaatan pisang sebagai bahan baku biofuel ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, tetapi belum mendapat kepastian. Selama melakukan kajian dan penelitian awal, dia menggunakan dana pribadi.
“ Padahal, jika ada bantuan dana, ia juga berencana akan menciptakan tabung gas mini, ukuran tiga liter gas ethanol, sangat pas dipergunakan kebutuan dapur keluarga, dan juga tepat digunakan untuk warga yang kurang mampu, disaat harga gas elpiji yang kian melambung” kata Ismail.
Ya, itulah Indonesia. Negara ini belum bisa menghargai pengorbanan dan jerih panyah anak bangsa, mencari solusi agar kebutuhan energi masyarakat terpenuhi.
Ismail hanyalah satu diantara akademisi lain yang menjalankan kewajibannya.Dia mengaplikasikan ilmunya agar bisa dirasakan masyarakat banyak. Sementara kewajiban pemerintah ?

0 komentar:

Posting Komentar