Kamis, 31 Maret 2011

Mengurai Kisah Juliarti Memperjuangkan Dunia Kesehatan


Agus Wahyuni
Borneo Tribune, Sambas

Perempuan itu santun. Cara bicaranya datar dan hati-hati. Sikapnya tenang. Suara dan intonasinya terdengar datar. Sesekali senyum tergambar dari wajahnya. Saat dilihat dari kerudung dan kaca matanya.
Kerudung baginya menanamkan nilai Islami. Nilai-nilai itu menjadi semangat dan pedoman dalam setiap langkah yang dilakukan. Segala hidup yang dijalani, tak lepas dari nilai keagamaan yang dimiliki.
Begitu juga dengan kaca mata. Kesannya pendidik. Keduanya makin terlihat dari wajahnya. Begitulah memang dia adanya. Lahir dari bakat dan didikan seorang pendidik.
Tak heran, bila dalam hidupnya, belajar dan terus belajar menjadi suatu sikap dan tindakan. Karenanya, tiga gelar akademis menempel pada namanya. Dr. Hj. Juliarti Djuhardi Alwi, M.Ph.
Ia anak ke dua dari delapan bersaudara. Pasangan Djuardi Alwi dan Aliyah. Ayahnya, Djuardi kemudian menikah lagi dengan Syarifah Hafsah, dikaruniai delapan anak. Keseluruhan jumlah bersaudara Juliarti ada enam belas.
Di Sambas, masyarakat lebih mengenal ayahnya dengan sebutan long Djuahardi. Ia dianggap tokoh masyarakat dan menjadi panutan. Karena Djuhardi cinta terhadap seni dan budaya. Ia maha guru dari salah satu perkumpulan seni budaya bernama Kijang yang berbasis pada seni pencak silat. Pendirinya adalah H.Alwi Bakran, Ayahanda beliau.
Dalam perjalanannya, perguruan Kijang Berantai berkembang pesat. Sudah berhasil melahirkan ribuan anggota generasinya, dan sudah sering tampil hingga mancanegara, salah satunya, Australia, Malaysia, Brunai Darussalam, dan lainnya. Kini nama Kijang Berantai sudah tersohor seluruh pelosok daerah Sambas, dengan seni pencak silat, sebagai pelestarian khasanah budaya asli Sambas.
Lahir dari keluarga tokoh masyarakat, masa kecil Juliarti tidak membedakan dengan anak lainnya. misalnya pada saat bermain dan belajar dengan teman sebayanya.
Juliarti lahir di Sambas, 14 Oktober 1960. Juliarti kecil mengenyam pendidikan di SD Amkur Sambas, kemudian ia meneruskan kembali ke SLTP Amkur Sambas. Lepas itu, ia meneruskannya ke pendidikan SLTA STD- Paulus, di Pontianak.
Belum puas menerima pendidikan sebatas sekolah. Ia memutuskan hizrah ke pulau jawa. Seperti kata pepatah, tuntutkah ilmu sapai ke negeri China. Pepatah itu ia yakin, hingga berlabuh ke kampus Fakultas Kedokteran di Universitas Brawijaya, Malang sampai dengan 1987.
Pada akhirnya ia dianugerahi tiga anak, Ratih Juwita, Yudha Alwin, Shella Hajura, dari buah perkawinannya dengan Rasidi.
Mengapa ia memilih bidang kesehatan?
Mulanya ia ingin menjadi seorang pendidik (guru). Cita- cita ingin menadi dokter berawal pada suatu hari ketika ia masih di bangku sekolah dasar. Di tengah malam ia terbangun dan melihat ibunya dengan susah payah dan penuh kecemasan menolong adiknya yang sedang kejang- kejang karena demam panas, dan besok malamnya terjadi pada adiknya yang lain dan mengalami hal yang sama. Kejadian itu sering berulang.
Pada saat itu, tenaga dokter sangat langka di kota Sambas. Karena kasihan ibu dan adiknya sering terserang kejang- kejang, terbesit pikirannya, “ Atik ( nama kecilnya) harus jadi dokter, dan akan Atik ajarkan kepada ibu dan ibu- ibu lainnya bagaimana supaya anaknya tidak lagi demam panas dan kejang- kejang.”
Dari situ ia memutuskan untuk kuliah di Fakultas Kedokteran.
Ada slogan yang berbunyi: kesehatan bukan segala- galanya, tapi tanpa kesehatan segala- galanya tidak ada artinya.
Memang disadari atau tidak, setiap insan memerlukan hidup sehat, yang jadi masalah adalah mereka banyak yang tidak tahu  bagaimana caranya untuk hidup sehat. Oleh karena itu, masyarakat perlu diajarkan bagaimana cara hidup sehat.
Nah, dari situ Juliarti terbuka. Bagaimana kehadirannya kelak bisa berbuat untuk melayani kesehatan masyarakatnya.
Setelah berhasil menyandang gelar dokter. Awal karirnya berasal dari bawah. Ia dipercaya menjabat Kepala Puskesmas pada 1989  di Jungkat, sebuah daerah perkotaan dengan jumlah pendudukan yang hidupnya banyak di pedalaman.
Sehingga ia ditantang bagaimana pelayanan kesehatan masyarakat yang baik. Dan ia sudah sudah membuktikan itu. Dalam kurun waktu lima tahun ia berhasil mengabdikan diri bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan.  
Dari buah keberhasilan dan kerja kerasnnya, ia pun dipercaya ditempatkan di bagian Kasi Gizi. Pernah juga ia menjabat di bagian Kasi JPKM, kemudian Plt. Kepala Bidang Yankes Kanwil Kesehatan Provinsi Kalbar.
Dinilai berhasil dalam kinerjanya, ia pun dipercaya menjabat Plt Dirktur Rumah Sakit Pemangkat pada 2001. Karirnya terus meningkat, menjabat sebagai wakil kepala dinas Kesehatan. Kemudian menjadi Kepala Dinas Kesehatan hingga 2005.
Hingga jabatan tertinggi, melampaui harapan sebelumnya,yaitu menjadi orang nomor dua di kabuaten Sambas, yakni sebagai wakil Bupati, hingga periode 2011 mendatang.
Mengemban jabatan wakil Bupati, semua aspek bidang bidang ditangani dan dijalani. Tidak lagi kepada bidang kesehatan. Masih ada biang lainnya. Misalnya, pendidikan, ekonimi, sosial,dan pemberdayaan perempuan, dengan tugas pokoknya adalah pengawas pembangunan dan lainnya.
Membangun Sambas, kota kelahiran yang dicintainya masih memerlukan perjuangan keras dan panjang. Yang lebih diprioritaskannya adalah membangun sumber daya manusianya. Menurutnya kekuatan yang tidak ternilai untuk menggerakkan pembangunan adalah kebersamaan dari SDM Sambas yang cerdas, berkualitas, berakhlaqul karimah dan mempunyai daya saing yang tinggi.
Pada Meret 2011 mendatang, Kabupaten Samabs akan melangsungkan pesta demokrasi Pemilu Kepala Daerah. Sudah banyak nama calon yang muncul dan mencuat di tengah kehidupan rakyat Sambas.
Tapi rakyat Sambas tentu berharap memilih pemimpin seperti Julairti. Dari sentuhan perjuangannya, Juliarti bertekad akan melanjutkan kepemimpinan Bupati Sambas, Burhanuddin A Rasyid. “ Bela Terpikat Terigas,” menjadi motto Juliarti.
Singkatan dari “ Bersama Lanjutkan Tingkatkan Ekonomi Rakyat, Religius, Pendidikan dan Kesehatan Masyarakat, Tertib dan Terukur, Ekonomi Kerakyatan, Religius, Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, Good Governance, Amanah Akhlakul Karimah, Social Control dan Social Participation.
Sambas sebagai daerah yang besar, kaya akan sumber daya alam yang ada sangat potensial untuk dikembangkan memuju masyarakat yang sejahtera. Tinggal bagaimana sumber daya manusia untuk dapat dan mau menggerakkannya.
Contoh: dari aspek pertanian, Sambas merupakan centra beras Kalbar. Aspek perkebunan, jeruk sudah menjadi icon Sambas, walaupun terkenal dengan jeruk Pontianak, se Indonesia hanya Kabupaten Sambas mempunyai lahan kebun jeruk terbesar dengan luas 12.000 hektare. Belum hasil kebun- kebun yang lain.
Dari kelautan dan perikanan, Sambas juga sangat potensial. Sekarang penangkaran walet sedang berkembang semarak. Belum lagi bicara pariwisata termasuk khasanah seni budaya Sambas. Sekali lagi semua terpulang kepada “Manusia-manusia Sambas”. Mau bergerak memanfaatkan segala potensi yang ada atau hanya jadi penonton di rumah sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar