Minggu, 20 Maret 2011

Nasib Guru Paud Perbatasan


Agus Wahyuni

Borneo Tribune, Sambas

Ada yang bilang, kemajuan suatu bangsa, berada di tangan generasinya, dengan menciptakan generasi yang berkualitas dengan sumber dayanya. Dan bagaimana cara memulainya? Jawabannya, dengan meningkatkan Pendidikan Anak Usia Dini, (Paud), salah satunya.

Dua buah bangunan bekas rumah dinas guru yang ditinggalkan dengan kondisi tak terawat di Desa Lumbang Penyengat, Kecamatan Sambas, disulap menjadi arena bermain anak- anak di desa itu, tiga tahun lalu. Rumah, yang semula berukuran 3 x 5 meter persegi, direnovasi, menjadi satu bangunan. Cukup luas, untuk ukuran tempat bermain anak yang mengenyam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Tempat bermain itu oleh warga diberi nama, “ Paud Perintis.”

Di tempat itu, sekitar 25 anak, dari usia 2- 6 tahun diberikan bimbingan oleh pendidik PAUD. Di sana juga, setiap anak menghabiskan waktu sehariannya menjadikan tempat bermain – di luar jam ‘bimbingan’. Ada aneka alat peraga permainan yang tersedia. Ada permainan bongkar pasang bergambar. Aneka ragam poster jenis binatang dan tumbuhan, kertas lipat, dengan beragam corak warna. Bukan hanya itu, di luar juga, sudah tersedia, dua buah ayunan, lengkap dengan permainan perosotan anak.

Mereka terlihat asyik bermain dan belajar, sementara ayah dan ibu mereka, masih disibukan dengan berladang. Dan, sebagai pengganti peran orang tua mereka, adalah Nurul Hidayati (23). Sudah tiga tahun ia sebagai tanaga pengajar di sana, selain memberikan materi bernyanyi, ia juga yang mengajarkan tiap anak bagaimana mengenal lingkungan dan alam lebih dekat. Mengasah pikiran anak, dengan cara bermain dan belajar, dengan harapan, kelak, jika besar nanti, si anak tumbuh kembang dengan baik. Pekerjaan itu, ia jalani, seminggu lima kali. Dan setiap pertemuan memakan waktu 2- 3 jam. Sementara honor yang ia dapat sebesar Rp 225 ribu.

“Cukupkah?”

Nurul menjawab sambil tersipu. “Tidak cukup. Namun terasa cukup, jika anak- anak bisa senang berada di sini,“ kata Nurul.

Sebenarnya, ketertarikan Nurul pada dunia anak-anak sudah lama, sejak ia di bangku kuliah, Pendidikan Guru Taman Kanak-kanan (PGTK), Singkawang. Dan pada kesempatannya ia selesai kuliah, ada lowongan mengajar di PAUD Perintis, dan ia pun menyanggupi dengan senang hati.

Di PAUD Perintis, ia mengajarkan metode motorik setiap anak. Misalnya, mengubah prilaku anak, yang semula takut dan pemalu, kini menjadi berani bercengkrama sesamanya. Mengajarkan, bagaimana cara berbahasa yang baik, hingga prilaku bagaimana cara makan, cara mencuci tangan, dan cara masuk kamar kecil.

Dan tidak kalah menariknya, adalah menceritakan atau mendongeng di depan anak, kemudian si anak disuruh menceritakan kembali apa yang diceritakannya.

“Tujuannya agar mengetahui, seberapa kuat daya tangkap dan daya ingat setiap anak,” kata Nurul.

Menjadi seorang guru PAUD, ternyata harus siap menanggung resiko dan cobaan, apalagi honor yang didapat dari keringat mengajar tak sebanding dengan pengeluaran sehari- hari. Sehingga wajarlah, jika kebanyakan menjadi guru PAUD karena terdorong panggilan batin, bagaimana anak usia dini dari keluarga yang kurang mampu bisa menikmati pendidikan dengan anak lainnya.

***

Guru PAUD Ade Irma Suryani di Desa Sempalai, kecamatan Tebas, Awang Isman (41) punya cerita yang hampir sama. Lelaki ini sudah mengabdikan dir menjadi guru bagi anak-anak selama lima belas tahun. Selama itu pula ia belum pernah mencicipi manisnya honor dari pemerintah daerah. Sementara untuk kebutuhan sehari- hari, ia hanya mengandalkan iuran bulanan siswa. Cukupkah? Bayangkan saja sendiri.

TK Ade Irma Suryani sendiri berdiri sejak tahun 1984. Pendirinya Hj Kartinah, merupakan Ketua Yayasan TK Ade Irma Suryani. Nah, memasuki tahun 1994 hingga sekarang, Awang Isman dipercaya untuk memimpin TK tersebut. Ini berawal kecintaannya ia pada anak- anak, mengingat pada waktu itu di desanya, tidak banyak anak yang bisa mengenyam pendidikan dasar, seperti TK.

“Banyak anak pada waktu itu menghabiskan waktu untuk bermain, sementara orang tua pada sibuk berladang, akibatnya pendidikan usia dini anak terlantar,” kata Awang.

Dan saat ini, murid Paud Ade Irma berjumlah 25 anak. Jika hanya mengandalkan pendapatan dari iuran siswa tidaklah cukup. Dihitung jumlahnya mencapai 25 murid, dikalikan dengan Rp20.000, per bulan hanya sekitar Rp500 ribu. Itu belum dipotong pembelian kapur tulis, dan kertas untuk menggambar anak.

Tapi bukan itu yang ingin didapat Awang. Si anak bisa bermain sambil belajar, itu sudah cukup buatnya.

Awang memiliki motivasi mengajar yang tetap tinggi. Pada awal tahun 2000, ia sudah mulai mengajarkan anak- anak bahasa Inggris dasar. “Itu… Saya belajar, dari sisa- sisa ilmu saya waktu di bangku SMP dulu,” ungkapnya.

Program ini yang membuat PAUD Ade Irma Suryani berbeda dibandingkan PAUD yang lain.

***

Meskipun berbeda PAUD, Awang dengan Nurul, mempunyai kesamaan, yakni sama-sama berjuang mencerdaskan anak usia dini.

Keduanya mengingatkan kita pada sebuah film layar lebar, berjudul “Laskar Pelangi”, hasil karya sutradara Riri Riza yang diangkat dari novel laris karya Andrea Hirata. Dimana menceritakan kegigihan seorang guru, yang diperankan Cut Mini, tanpa digaji, rela mengajarkan ilmu pengetahuan pada anak- anak. Tujuannya hanya satu, menjadi anak yang berguna di kemudian hari.

Cerita “Laskar Pelangi” ternyata masih banyak ditemukan di pelosok daerah Kabupaten Sambas, khususnya.

***

Siapa tak kenal Sambas. Daerah yang memiliki luas wilayah 6.395,70 km atau 639.570 ha atau 4,36 per sen dari luas wilayah kalbar. Di sebelah utara, Sambas berbatasan dengan Malaysia Timur (Sarawak), sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Laut Natuna dan sebelah selatan berbatasan dengan Kota Singkawang.

Sebagai daerah perbatasan, Sambas dikenal sebagai lumbung padi, urutan kedua setelah Kabupaten Pontianak. Dan Sambas merupakan salah satu sentra penghasil beras di Kalimantan Barat, dimana mampu memproduksi 217.319 ton padi dari luas panen 74.277 hektar. Sambas juga berbatasan langsung dengan wilayah Sarawak, Malaysia, berpotensi mengekspor beras ke Malaysia. Selain padi, jagung juga merupakan salah satu komoditi unggulan di Kabupaten Sambas.

Saat ini, Sambas masih menunggu selesainya pembangunan fisik Border, di Dusun Aruk, Kecamatan Sajingan, berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia. Dan bangunan fisik border telah berdiri megah. Sementara border milik Malaysia masih dalam tahap pembangunan dan diperkirakan akan tuntas menjelang peresmian. Pembangunan border memberikan harapan kepada masyarakat perbatasan. Walaupun, mereka masih harus menunggu lama lagi, hingga sepuluh tahun ke depan.

Ada yang menarik di perbatasan. Ardine, anggota Kelompok Informasi Masyarakat Perbatasan (Kimtas) di Paloh, Sambas, diambil dari muchlisuhaeri.blogspot.com, mengatakan, masyarakat di sekitar perbatasan, sebagian besar hidup dari bertani, nelayan dan perkebunan. Sebagian besar hasil produksi pertanian dan nelayan dipasarkan ke dalam negeri atau untuk kebutuhan sendiri. Banyak kesulitan dialami masyarakat di daerah itu.

Penduduk sulit melakukan perluasan lahan, karena terbentur dengan masalah kawasan hutan, sehingga tak bisa digarap. Di sana ada wilayah hutan produksi dan taman wisata alam. Padahal, kawasan itu tanahnya baik untuk tanaman karet.

Dalam hal pertanian, juga terbentur dengan masalah pupuk, karena susah didapat. Kalaupun ada, harganya mahal sekali.

Nelayan susah melaut karena sulitnya memperoleh bahan bakar solar. Selain itu, solar juga mahal harganya, Rp 6.000. Selain itu, masyarakat masih menggunakan peralatan jaring tradisional, sehingga hasilnya tak seberapa.

Lebih parah lagi, kalau terjadi angin utara, sekitar Oktober - Januari. Masyarakat nelayan –salah satunya di pulau Temajo, mengalami kesulitan pangan. Sehingga sebelum datang angin utara, mereka harus menabung sembako dan berbagai kebutuhan pangan, untuk jangka waktu empat bulan. Barang kebutuhan tidak bisa dibawa dari Sambas, karena angin besar dan gelombang tinggi.

Informasi di sepanjang perbatasan kurang sekali. Kalaupun ada informasi diperoleh tentang sesuatu hal, itulah informasi yang dianggap benar. Tak ada informasi pembanding. “Siaran-siaran dari Indonesia sulit tertangkap, sehingga informasi tentang Republik ini, kurang jelas,” kata Ardine.

Meski demikian, sikap masyarakat masih kuat dari segi NKRI. Namun, harus ada perhatian khusus. Daerah perbatasan, di satu sisi sebagai garda terdepan dari Indonesia. Di sisi lain, masyarakat serba kesulitan mendapatkan berbagai kebutuhan, transportasi dan ekonomi.

Dan jika dilihat dari segi penyerapan lapangan kerja, di Kabupaten Sambas sangat sedikit. Bahkan untuk tingkat penganguran, Kabupaten Sambas berada di posisi urutan keempat Kalbar dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yakni sebesar 6,27 persen. Sementara menurut daerahnya, TPT Perkotaan jauh di atas TPT pedesaan, masing- masing besarnya 14,33 per sen dan 5,06 per sen, kata Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Sambas, Ateng Hartono.

Tingkat TPT disebabkan latar belakang pendidikan. Hasil Sakernas Agustus 2007, sebagian besar pengangguran di Kabupaten Sambas berpendidikan rendah atau SD ke bawah yakni sekitar 58,32 per sen, diantaranya, 0,83 per sen belum sekolah, 28,13 per sen tidak tamat SD, dan 29,36 per sen tamat SD.

Saat ini TPT Kabupaten Sambas masih didominasi oleh perempuan sebesar 6,54 per sen. Sedangkan TPT laki-laki sedikit di bawah yakni sebesar 6,07 per sen.

Sementara berdasarkan tingkat pendidikan, dari total penduduk usia 15 tahun ke atas yang termasuk TPT yakni sebanyak 17.065 orang, sekitar 29,36 per sen berpendidikan SD. Sekitar 28,13 per sen tidak tamat SD, sekitar 26,14 per sen tamat SLTP, sekitar 15, 54 per sen tamat SMA ke atas, dan hanya 0,93 per sen tidak pernah sekolah.

Sedangkan menurut katagorinya, sebagian besar pengangguran terbuka yakni 46,48 per sen merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan, sekitar 34 12 per sen menyatakan bahwa mereka sedang mencari pekerjaan dan 19,40 per sen memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, kata Ateng.

Nah, melihat kondisi di atas , kabupaten Sambas mendapat bantuan dana dari Bank dunia dan pemerintah pusat,dan hibah dari kerajaan Belanda dengan total anggaran sebesar U$ 127,74 juta, terdiri dari dukungan pemerintah Pusat dan Daerah (U$ 34,94 juta), dana hibah Kerajaan Belanda (U$ 25,30 juta), serta pinjaman lunak dari Bank Dunia (U$ 67,50 juta). Bantuan tersebut untuk pengembangan Program PAUD, saat ini sudah berlangsung dua tahun, dimulai pada tahun 2007.

Di sini, ada 50 kabupaten di Indonesia yang berhak mendapatkan kucuran dana tadi, termasuk Kalbar, mewakili Kabupaten Ketapang dan Sambas. Tujuannya untuk memberikan dukungan terhadap tumbuh-kembang anak dari keluarga kurang mampu, melalui program layanan PAUD holistik dan terintegrasi dengan cara, meningkatkan pemerataan kesempatan pelayanan, memperkuat kemampuan kelembagaan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten, dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya PAUD.

Failitator Program Pendidikan anak Usia Dini (PPAUD) Kabupaten Sambas, Bima mengatakan, khusus keberadaan PAUD di Kabupaten Sambas, diprioritaskan dengan menunjuk 60 desa, dari 183 desa, untuk 19 kecamatan. Dan untuk tiap desa, terdiri dari dua PAUD, artinya keseluruhan PAUD di Kabupaten Sambas yang terdaftar, baru 120 PAUD yang baru berjalan. Dan tiap PAUD yang sudah terbentuk, mendapatkan bantuan dana sebesar Rp 90 juta, untuk tiga tahun.

Meski demikian, kata Bima, proses untuk mendirikan PAUD di desa yang telah ditunjuk tidaklah mudah. “Sebagai langkah awal, kita harus melakukan observasi di lapangan, dengan melihat dari karakteritik desa tersebut, apakah penduduk desa tersebut tergolong miskin, tidak ada taman kanak- kanak, kesiapan warga setempat, dan memiliki 10 orang anak berumr,0 sampai 4 tahun. Jika sudah memenuhi aspek tadi, baru fasilitator PAUD menunjuk desa tersebut menjadi target membentuk PAUD,” kata Bima.

Kemudian, jika syarat di atas sudah terpenuhi, lalu fasilitator membentuk Tim Pengelola Kegiatan(TPK) terdiri dari masyarakat setempat, sekaligus bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan, yang terdiri dari, ketua, sekretaris, dan bendahara.

Selain itu, mereka juga membentuk Pemantau Pogram (TPP), dimana tugasnya memantau perkembangan pelakanaan pengelolaan dana, setiap kegiatan. Ditambah lagi, dengan membentuk tenaga pendidik sebanyak dua orang untuk satu Paud.

Mengenai bantuan dana Rp 90 juta, semua tim harus merumuskan alokasi dana untuk tiga tahun, termasuk fisik PAUD, pembelian alat peraga, honor tenaga didik, biaya rapat dan alat tulis, dan biaya pemenuhan gizi anak.

Bantuan dana sebesar itu, tentu tidak akan cukup, namun, bagaimana yang harus kita lihat, bagaimana kesiapan kita semua, agar keberadaan PAUD, dapat meningkatkan layanan PAUD bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Mengingat, anak usia dini merupakan peletak dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Walaupun setiap bayi yang lahir telah diberikan Tuhan dengan potensi genetik yang demikiaan sempurna, tetapi lingkungan juga mempunyai peran besar dalam pembentukan sikap, kepribadian dan pengembangan kemampuan anak.

Lantas bagaimana dengan kesiapan tenaga pendidik, dengan honor terbatas, untuk dapat terus memberikan ilmu yang terbaik pada setiap anak yang mengikuti pendidikan PAUD, seperti yang terjadi pada Awang dan Nurul?

Pada kesempatan, beberapa waktu lalu, Bupati Kabupaten Sambas, Burhanuddin A Rasyid pernah melontarkan komitmennya, akan memberikan perhatian besar pada PAUD. Bahkan ia sempat memerintahkan, seluruh dinas, badan, maupun kantor di lingkungan Pemda Sambas maupun guru PAUD se-Kabupaten Sambas, bagaimana menyiapkan generasi berkualitas sejak dini.

Baginya, PAUD ke dalam istilah pertanian adalah kegiatan menyemai padi. Dalam proses kandungan sudah harus diperhatikan asupan gizi si janin, berarti persiapan benih bibit yang baik benar-benar dimatangkan. Sedangkan PAUD bagian dari kelanjutan penyiapan benih yang baik itu. Untuk itu, ia mengajak membentuk pemahaman dan pemikiran, bahwa pendidikan pada PAUD sangat penting bagi kemajuan mereka. Pada depan generasi depan. Itu sama saja menyiapkan benih unggul sedari dini.

Dia berkata, APK Pemkab Sambas jenjang PAUD masih rendah dibanding nasional. APK PAUD di Indonesia untuk kategori negara se-Asia Tenggara terbilang paling kecil, yakni hanya 20 persen. Sedangkan Kabupaten Sambas hanya kurang lebih 17 persen. "Inilah kita perlukan komitmen bersama mengatasinya. Dinas Pendidikan akan segera mencanangkan, agar terlahir gerakan wajib sekolah PAUD atau apa namanya nanti," katanya.

Sementara itu, Wakil Bupati Sambas, Juliarti juga mengatakan hal yang senada. Baginya, pendidikan tidak hanya tanggung jawab Dinas Pendidikan saja, semua berperan menyukseskan setiap perencanaan pendidikan komponen masyarakat punya peran strategis menyukseskanya.

Bahkan, Juliarti berjanji memberi perhatian besar kepada PAUD, termasuk menaikkan tunjangan tenaga pendidik melalui bantuan dana pemerintah daerah.

Namun, tampaknya komitmen kedua pasangan kepala daerah hanyalah janji yang belum dinikmati tenaga pengajar PAUD. Padahal keberhasilan dunia pendidikan menjadi simbol dan tolak ukur keberhasilan suatu daerah, meskipun harus mengabaikan keringat mengajar para guru, termasuk PAUD.

Namun, Ketua Umum PB PGRI, Dr Sulistiyo punya pandangan lain. Pada kesempatan menghadiri seminar pendidikan di Kabupaten Sambas tahun 2008 mengatakan, mengabaikan tunjangan guru sama artinya dengan mutu pendidikan kita masih rendah. Dari manajemen atau birokrasi pendidikan, masalah guru, hingga sarana prasarana menjadi item permasalahan masalah mutu pendidikan.

Misalnya saja, masih ada guru PAUD atau TK yang gajinya di bawah seratus ribu rupiah, padahal guru tersebut juga memberikan sumbangsih besar bagi pembentukan SDM berkualitas.

Faktor lain, adalah pendekatan pendidikan lebih menekankan pada input dan out put sehingga kurang memperhatikan aspek proses pendidikan. Bahkan Sulistiyo berani menegaskan, praktek pendidikan diceraikan dari pemikiran politik, menyebabkan pendidikan tidak hanya buta politik tapi alergi bahkan takut politik. Sedangkan political will dan implementasi kebijakan yang ada tidak banyak yang berpihak pada pendidikan. Sulistiyo berkata, “Wajah pendidikan sama dengan wajah guru. Jika guru diperlakukan baik, mutu pendidikan akan baik.”

“Ada pernyataan yang berbunyi jika seorang kepala daerah concern dengan pendidikan, balasan surga baginya surga kelas A. Sedangkan para ulama lebih baik lagi yakni surga kelas B. Tapi yang lebih baik lagi dari keduanya tersebut adalah guru, yakni fasilitas surga kelas C,” Kata Sulistiyo.

“ Sudah saatnya pemerintah untuk bergerak, memberikan tunjuangan yang layak bagi seorang pengajar, meskipun guru PAUD sekalipun, “ kata Sulistiyo.

Meskipun Sulistiyo tidak menampik, manajemen dan birokrasi pendidikan, pengelolaannya cenderung masih kaku, dan terlalu birokratis. Baginya, pengelolaan pendidikan saat ini masih belum efisien dan efektif. Sementara birokrasi pendidikan masih banyak yang tidak mempunyai kemampuan memadai, misalnya merancang program dan mengaplikasikan berbasis kualitas.

Dan sangat disayangkan lagi, rendahnya mutu dan keprofesionalan tenaga guru, karena penguasaan materi pembelajaran, penguasaan metode mengajar, kreatifitas, kemampuan mengevaluasi sampai membimbing siswa masih banyak yang rendah.

“Salah satu faktornya, kurangnya pembinaan dan kurangnya kesejahteraan yang meliputi penghasilan dan perlindungan,” kata Sulistiyo.

0 komentar:

Posting Komentar