Kamis, 31 Maret 2011

PENELPON MISTERIUS

                                                                Oleh : Uniek Anandapraya

“Moshi moshi ……. O genki desu ka ?”
Pak Burdi tersentak dari konsentrasi ketika dering telepon mengejutkannya. Suara lembut dari seorang wanita menyapanya. Lebih terkejut lagi karena wanita itu menyapanya dengan bahasa dari negeri matahari terbit yang patah-patah.
“Apakah wanita ini tahu dia mengajar kuliah sastra Jepang?”, batinnya.
Pak Burdi menjawab seadanya : “Hai genki desu.”
“Anata wa ?”
“Aku salah seorang pengagum Oom. Gak usah kusebutkan nama.masih top secreet. Nanti sajalah.Daaag…”
Oh God, peristiwa apa lagi yang akan menimpanya? Konsentrasinya buyar seketika. Novel Bitterzoete Herinneringen, karya Anne Hampson tak jadi di baca. Novel malang itu terhempas di kasur empuk.
Pak Burdi mereka-reka si penelpon misterius. Siapakah dia? Istrinya? Tak mungkin gumamnya.Sunarti bukan type wanita yang suka cuap-cuap yang tak penting. Prinsipnya to the poin dan lebih senang tenggelam dengan angka-angka di kantornya sebagai konsultan pajak. Sebelum bertindak lebih banyak pertimbangan. Sebab itulah pengeluaran rumah tangganya selalu effisien. Hasilnya, dua anaknya sukses  mengenyam perguruan tinggi. Yang sulung Kapolsek di salah satu kecamatan di Papua.Sedang si bungsu memilih berkarier sebagai peneliti di LIPI.
                                                            ***
“Hallo Oom, sedang santai? Atau sedang di depan computer? Santai sajalah Om. Apalagi yang akan di kejar? Semua sudah di raih. Dari gelar professor termuda, dosen berprestasi sampai keluarga teladan ?”
Tiba-tiba telepon kembali berdering. Wanita misterius itu lagi. Pak Burdi semakin penasaran. Kok perempuan misterius itu tahu aktivitas kesehariannya ?
Hallo…. Hallo, anda siapa sih ! Bolehkah aku tahu nama dan tempat anda ?
“Oh, itu belum penting Oom. Mengapa terburu-buru ? Anggap saja aku mantan Oom yang sedang kangen-kangenan.
Apa ? Kangen-kangenan ? Pak Burdi makin penasaran.
“Iya. Kan Oom pernah muda. Pernah merasakan getar-getar cinta.”
     Pak Burdi menutup handle telepon.Masih terngiang kata-kata perempuan misterius itu,”getar-getar cinta.” Apakah perasaan itu masih dimiliki  sekarang? Apakah perasaan itu masih di rasakan Sunarti ?
Pak Burdi merenungi perjalanan biduk rumah tangganya. Akhir-akhir ini sering terjadi komplik kecil walaupun hanya soal sepele. Beda dengan waktu pacaran atau baru menikah. Kata-kata “say” atau “love papa” menghiasi percakapan mereka.Sunarti begitu menghormati dirinya. Cium tangan tak pernah dilupakan kalau akan berangkat kerja atau akan bepergian. Sekarang semua terasa asing. Mereka berjalan sendiri-sendiri.Kebebasan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.
     Puncaknya, Sunarti meninggalkan rumah tanpa pamit. Hanya sempat berpesan kepada pembantunya, Bu Enoh dan Mang Jaja kalau kepergiannya akan mengurus rumah peninggalan orang tua.Ya, Sunarti memang pernah bercerita mendapat hadiah rumah dari orang tuanya. Tapi dulu ketika aktivitasnya sangat padat. Sampai lupa menanyakan letak perumahannya. Sekarang baru menyadari betapa pentingnya kehadiran seorang istri. Menjalani keseharian hanya ditemani bu Enoh dan Mang Jaja, terasa hambar. Mengisi kesibukan dengan berinternet ria juga membosankan. Bagaimana kalau tiba-tiba jatuh sakit.Bagaimana…….
“Hallo, …. Hallo Oom.Masih ingat aku ya Oom ?”
Suara lembut dari seberang sana membangkitkan semangatnya.Wanita misterius itu kembali mengusiknya. Pak Burdi mengangkat handle telepon dengan penuh semangat.Repleksi dari seorang yang kesepian.
Hallo…….. Hallo. Ya, saya pak Burdi. Bagaimana memanggil anda? Apakah nona, tante atau say …..?
“Terserah Oom saja lah.”
Aku panggil “say” ya, biar lebih gaul dan romantis.
“Oom?”
Ya, say …….
“Aku kangen Oom. Aku ingin membagi canda dan tawa. Biar sekat-sekat ini terobati.Aku mengagumi tulisan Oom yang bertebaran di buku dan majalah dalam dan luar negeri.Bukankah di salah satu artikel pernah Oom tulis, “Jatuh cinta adalah suatu phase yang terkuat pada perasaan cinta. Dan emosi yang hampir mendekati cinta pada waktu perkenalan pertama kali adalah keadaan alam yang sudah biasanya.”
“Sekarang  maukah oom memenuhi permintaanku ? Datanglah ke tempatku. Aku menunggumu”
“Oke say, tapi tempatmu di mana ?
“Di ujung jalan Tirtonadi, depan mini market. Rumah bercat hijau. Besok jam empat sore kutunggu. 
Ingat ya Oom? Daaaag……….”
Pak Burdi meletakkan handle telepon dengan dada berdebar. “Besok jam empat sore”, bisiknya. Terbayang wajah seorang wanita cantik dengan manja menyongsongnya, menggayut di lengannya,membimbingnya duduk di sofa. Lalu akan terdengar suara cecekikan dan engahan napas.
Pak Burdi lupa segalanya. Tak diingat lagi siaran tv yang begitu gencar menyiarkan skandal pejabat dengan gadis cantik. Sungguh ironis, martabat dan harga diri yang di bangun bertahun-tahun runtuh seketika.
Tiba-tiba pak Burdi teringat sesuatu. “Besok ultahku”, gumamnya.Terus pak Burdi bernostalgia di ultah tahun-tahun kemarin.Telpon dan handphone akan berdering sepanjang hari menerima ucapan selamat dari anak-anaknya, kerabat dan keluarga. Tidak pernah ada kenduri. Sebab ultah untuk refleksi diri dan mensyukuri nikmat tuhan, masih diberi napas untuk beraktivitas dan berkarya.
                                                           ***
Grand Livina warna silver brown itu melaju pelan menembus jalan kota. Pak Burdi menyetir dengan riang mencari jalan Tirtonadi. Sesekali matanya melirik kaca spion melihat penampilannya. Memakai hem lengan panjang, dipadu celana jean. Rambut di potong pendek ala Irfan Hakim, tak kalah dengan remaja masa kini.
Di lampu merah berhenti, lalu belok ke jalan Tirtonadi. Di depan mini market berhenti sejenak. Matanya melirik ke seberang jalan. Di sana berjejer perumahan mewah. Pak Burdi memarkir mobil di depan rumah ber cat hijau.Rumah besar bertingkat dua itu tampak bersih dan asri. Halaman luas di tumbuhi tanaman bunga dan kolam ikan. Keadaan rumah sepi. Di dalam temaram hanya diterangi lampu lima watt.Pak Burdi memencet bel berkali-kali. Terdengar langkah kaki mendekati pintu.
     Ketika daun pintu terbuka, pak Burdi diam terpukau. Darahnya seperti tidak mengalir. Sebab di sana, di ambang pintu berdiri Sunarti bak bidadari dengan dandanan ala seorang model. Belum habis rasa terkejutnya, tiba-tiba ruangan terang benderang dibarengi alunan lagu “Happy Birthday.”
“Selamat ultah ya “Oom”, ….. eh pap,Moga-moga panjang umur dan tambah keren.”
Eh kamu, maafkan aku “say” eh mam. Lalu tawa mereka pecah. Pak Burdi melihat istrinya begitu anggun berjalan ke pintu depan. Menguncinya, lalu membimbingnya masuk kamar.-
                                                            ********
                                                                                                       Nipah Kuning, Maret 2010.

*Moshi moshi = Hallo hallo  
                                                                    *O genki desu ka = apa kabar
                                                                    *Hai genki desu = ya, kabar baik
                                                                    *Anata wa  = kamu siapa










0 komentar:

Posting Komentar