Kamis, 31 Maret 2011

PEREMPUAN TUA DI JALAN KARET


Cerpen : Uniek Ananda Praya 
Rintik-rintik hujan masih tersisa ketika Baiq Rasti melangkahkan kaki ke gerbang Taman Biao.Langit mulai cerah karena mendung yang menutupinya mulai menyisih.Hujan deras tidak jadi turun.orang yang berteduh di emper-emper toko mulai pergi.Aktivitas di jalan mulai ramai.Rasti menyusuri taman yang masih basah.Mencari sebuah bangku di ujung taman.Bangku kenangan yang kerap di datangi nya tiap akhir pekan.  
Sudah sebulan Rasti tidak mengunjungi Taman Biao.Tadi dosen Killer nya absen sehingga pulang kuliah lebih awal.Biasanya kalau pulang kuliah terus naik oplet ke jurusan yang melewati Taman Biao.Tetapi sore ini Rasti minta di turunkan di persimpangan Taman Biao.Pikirannya sedang resah dan gundah karena berita dari kekasihnya di negeri Jiran tidak kunjung datang.Rangga,kekasihnya pergi ke negeri Jiran enam bulan lalu sebagai TKI.Mula-mula Rangga rajin mengirim berita.Baik melalui surat maupun SMS.Tetapi setelah waktu berjalan tiga bulan,Rangga seperti hilang di telan bumi.
“Selamatkah bang Rangga,atau berpalingkah dia?”Rasti makin resah kalau ada berita penyiksaan maupun kasus narkoba TKI di luar negeri.Akibatnya kesehatan Rasti makin menurun.Kuliahnya tidak terfokus.Sehari masuk, dua hari tidak.
Anehnya,mbak Ranti,kakak semata wayang bersama suaminya tenang dan santai saja.Kadang-kadang Rasti sebel dengan gurauan kakaknya.Kakaknya banyak membela Rangga.Rasti dianggap kurang setia dan tabah.”Seharusnya kamu berdoa dan bersabar,Ras.”Cuma itu terus nasehat dari kakaknya.Rasti tidak mengerti mengapa dulu kakaknya begitu menentang kepergian Rangga ke negeri Jiran?Sekarang kakaknya santai-santai saja walaupun akhir-akhir ini Rangga tidak pernah mengirim khabar?Rasti makin tidak mengerti,Rasti makin tersiksa.
Rasti memandang kosong ke seberang taman.Beda dulu ketika masih bersama Rangga.Dulu Rasti dan Rangga menjadikan Taman Biao tempat terpaforit.Mereka satu sekolahan di salah satu SMA dekat Taman Biao. Rasti memilih sekolah di dekat Taman Biao karena di kecamatannya belum ada sekolah SMA negeri.Sedangkan Rangga penduduk asli di situ.Rasti mengagumi Rangga karena Rangga pemuda pantang menyerah dan bintang bola volly di sekolahnya.Rangga membiayai sekolahnya sendiri dengan menjadi pengojek di dekat Taman Biao.Sepulang sekolah Rangga meminjam motor pamannya.Pulang menjelang shalat Magrib.Rangga memang beda dengan anak sekampungnya.
                                                                    *****
Hanya pada hari Minggu Rangga istirahat total.Terkadang mereka menghabiskan waktu sepanjang sore di Taman Biao.Berolah raga keliling taman dan melepaskan penat di bangku taman adalah aktivitas mereka melepaskan kepenatan belajar.”Ras, kamu tahu nggak? Di bawah bangku taman ini dulunya kuburan.”Rangga mengawali ketika mereka baru duduk di bangku taman.”Apa?Hii…kuburan??Rasti sedikit bergidik.”Iya,tapi sudah dipindah”Menurut cerita kakekku taman Biao dulunya merupakan komplek kuburan dikelilingi tanah persawahan.”Lalu “Biao”kok nama Cina.”
“Kalo nama itu memang berhubungan dengan nama cina.Lihat bangunan tua di persimpangan jalan itu.Menurut cerita kakekku,bangunan tua yang sekarang dijadikan gudang pupuk oleh pemerintah itu dulunya milik seorang pedagang cina bernama “Koh Biao.”Koh Biao pedagang pengumpul hasil bumi.Petani lebih suka menjual hasil panennya ke Koh Biao. Koh Biao juga seorang yang ramah dan supel bergaul.Karena saking seringnya disebut,tempat itu berubah menjadi “Biao”.Kakekku juga bercerita kalau Biao tempo doeloe lebih ramai dari sekarang.Itu karena Biao terletak di persimpangan jalan yang strategis.Di sekitarnya tumbuh warung-warung dan toko makanan.Penumpang bus besar yang akan ke Kopang maupun Sengkol atau Mujur akan singgah dulu membeli makanan di Biao.Bus-bus besar dulu larinya tidak secepat oplet sekarang.Kata kakek nama-nama bus yang beroperasi semuanya milik orang cina,seperti bus “Asli”,”Sampurna”,”Susila”,”Kancil Mas”.Siang hari warung makanan sekitar Biao ramai dikunjungi petani untuk makan siang dan melepas lelah.Petani menjual hasil panen dengan memikulnya ke pasar.Padi yang sudah kering,dan masih bertangkai diikat rapi.Petani memikulnya dengan alat pikulan yang khas terbuat dari bambu.Panjangnya sekitar dua meter.Dibuat licin dan lentur agar nyaman di pundak.Untuk menahan panasnya aspal di jalan,petani memakai sandal yang terbuat dari ban mobil bekas yang disebut”lampak”.Petani bisa memikul padi dari desa ke pasar puluhan bahkan ratusan kilo sekali angkut.Adalah pemandangan biasa kalau tiap pagi akan terlihat pemandangan iringan pemikul padi dengan suara pikulannya “ngak,ngik,ngak,ngik.”
Setelah padi terkumpul penuh di gudang,Koh Biao menjualnya ke pabrik penggilingan padi.Pabriknya tidak jauh dari sini.Sisa-sisa kejayaan pabrik masih tampak.Bangunan pabrik masih berdiri kokoh dinaungi tembok yang tinggi.Hanya bangunan gudangnya sudah berganti dengan bangunan pasar modern.Ratusan orang menggantungkan hidup di pabrik ini.Baik laki-laki,perempuan maupun anak-anak.Terlebih pada musim panen tiba.Akan terlihat iringan truk besar pengangkut padi masuk ke luar pabrik.Tiap sore di tempat pembuangan ampas padi terlihat ramai oleh ibu-ibu yang mengayak untuk mencari sisa-sisa beras….
“Angga,kok kakekmu tahu semua?”
 “Karena kakek dan nenekku bagian dari masa lalu ini.Kakek bekerja sebagai buruh pabrik dan nenekku mencari sisa-sisa beras di tempat pembuangan sampah…..” Rangga tidak kuasa meneruskan ceritanya.Bibirnya bergetar.Air bening menetes dari pelupuk matanya,tapi dengan cepat dihapus.
“Maafkan aku Angga.Aku telah mengungkit masa lalumu.”
“Tidak Ras,justru kemiskinan memicu semangatku untuk terus bersekolah.Aku ingin beda dengan penduduk kampungku.Mereka seolah-olah ditakdirkan untuk terus miskin.Jumlah yang berpendidikan SLTA bisa dihtung dengan jari.Yang sarjana? “Nihil”.Mereka sudah merasa puas dengan mengontrakkan sebagian rumahnya untuk dijadikan tempat kost.Selebihnya untuk memikirkan pendidikan anak-anak mereka tak berdaya.Anak-anak diserahkan pada nasib.Kalau beruntung yang mempunyai anak perempuan menikah dengan orang berada di luar kampung hidupnya lebih baik.Sebaliknya anak laki-laki yang tidak bersekolah menjadi pekerja kasar.”
Sore semakin temaram.Gerombolan anak-anak sekolah pejalan kaki sudah mulai berkurang.Hanya suara teriakan kernet oplet yang mencari penumpang.Taman Biao mulai sepi.Rasti dan Angga beranjak pergi.Di persimpangan jalan mereka berpisah.
                                                    *****
Sore itu Rasti dan Rangga kembali memasuki taman Biao.Mereka baru pulang merayakan hari perpisahan kelas di sekolah.Rangga dan Rasti sama-sama lulus.Hari masih sore.Anak sekolah lain juga datang memenuhi taman.Rasti dan Rangga memilih duduk di bangku pojok taman.Ada yang beda dalam pertemuan mereka sore itu.Mereka lebih banyak membisu.Padahal anak-anak lain saling bercengkerama dengan riangnya.
“Ras,akhirnya perpisahan yang kutakutkan tiba juga.”Rangga mencoba mencairkan suasana.
“Tiga tahun lamanya kita berkawan.Rasanya terlalu singkat.Kukira kita akan terus bersama.Tapi entahlah setelah hari esok berlalu.Sungguh aku merasa kehilangan sesuatu.Aku merasa kehilangan dirimu.Sosok seorang kawan tempat aku membagi keluh kesah dan canda.Akhir-akhir ini aku merasa tersiksa oleh kebimbangan.Aku ingin mengatakan sesuatu.Tapi begitu tiba saatnya,aku tidak memiliki keberanian.Dan hari ini aku mengajakmu ke taman ini.Aku ingin mengatakan bahwa aku… aku…cinta kamu.”Ras, maukah kamu jadi kekasihku?”
Rasti memandang wajah Rangga.Sudah terlalu lama menunggu kepastian dari Rangga.Sebab jauh di lubuk hatinya memang mencintai Rangga.Pemuda alim dan pintar,tapi memiliki guratan nasib kurang beruntung.Teman-temannya sudah mempatenkan mereka berdua sebagai sepasang kekasih.Tetapi Rasti belum yakin apakah Rangga mencintainya atau menganggapnya hanya sebagai seorang teman.Pikirannya makin tersiksa kalau mbak Ranti menanyakan keseriusan hubungannya dengan Rangga.Sekarang sedang deg-degan.Dadanya bergetar manakala sepasang tangan menyentuh jemarinya….
                                                        ****
Sore kian merangkak temaram.Awan putih yang tadi berarakan di langit makin kelam.Satu persatu pasangan remaja yang menikmati sore di Taman Biao juga mulai pergi.Rasti belum mau beranjak sebab oplet terakhir yang mengantarnya pulang ke kampung belum muncul.Biasanya kernet oplet akan berteriak memanggil penumpang di mulut gerbang taman.Sepanjang sore Rasti hanya termenung di pojok taman.Pikirannya galau memikirkan Rangga.”Seandainya dulu aku menahan kepergian Rangga.Seandainya aku tidak mengiyakan permintaan Rangga untuk menjadi TKI,seandainya….” Rasti bergumam sendiri.Masih diingat kata-kata Rangga 6 bulan silam. “Ras,aku minta pengorbanannmu.Ijinkan aku mencobanya kali ini.Hanya 6 bulan saja,sementara kamu kuliah di sini.Di sini aku sudah mencoba.Tapi aku tidak berdaya menghadapi persaingan.Sudah puluhan surat lamaran kumasukkan,tapi hanya janji-janji manis yang aku dapat.Aku sadar,apa yang bisa diharap dengan selembar sertifikat SMA?Aku ingin membahagiakanmu.Bukan dengan janji-janji muluk.Besok aku berangkat.Kak Ranti juga memberi support…..”
“Mujur….Sengkol….” Tiba-tiba Rasti dikejutkan teriakan kernet oplet.Rasti terkejut karena oplet terakhir sudah datang.Rasti bergegas ke pintu taman.”Aku harus pulang,aku harus mengubur kisah bersama Rangga.Tiga bulan bukan waktu yang singkat untuk terus memendam rindu dan diombang ambing kebimbangan”,gumamnya. Dari sebuah warung sempat mendengar lirik lagu Coklat:
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .…
Salahkah bila
Ku tak henti mengharapkannya
Meskipun akhirnya
Kutahu dia hanya membuatku terluka
Bayangannya trus menghampiri
Kemana pun kucoba pergi
Adakah dia peduli
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
“Ras,….Rasti…” Tiba-tiba ada suara memanggil di dekat pintu taman.Samar-samar seorang berseragam polisi turun dari sepeda motor dan berlari menghampirinya.Rasti seperti tak percaya dengan keajaiban di depannya.Pemuda berseragam polisi itu sangat di kenal dan dirindukannya.Pemuda itu kekar dan gagah.Di pundaknya ada tanda pangkat satu strip berwarna silver.
“Angga….kamu…”
“Iya,aku Angga yang dulu,Yang pernah menjanjikan indahnya hari esok….
“Maafkan aku Ras.Aku membuatmu tersiksa.Seharusnya aku khabarkan tiga bulan lalu.Tapi aku berbalik arah.Aku hanya memberi khabar ke kak Ranti.Aku memohon kepada kak Ranti agar merahasiakan keberadaanku.Ras,… tiga bulan lalu aku berhenti menjadi TKI di negeri Jiran.Aku tak sanggup menghadapi pekerjaan yang sangat berat.Terpanggang teriknya matahari memikul tandan-tandan sawit.Dengan penghasilan yang kukumpul selama tiga bulan, aku pulang.Di Bali aku singgah ke tempat paman di kota Denpasar.Di kota itu aku menemukan kebesaran tuhan.Aku mencoba ikut tes menjadi anggota polisi dan lulus.Sekarang aku sudah dilantik menjadi anggota kepolisian.Aku kangen kamu Ras.Aku ingin merajut kembali kisah-kisah yang pernah kita impikan..
“Kamu kejam,Angga …..”
Rasti membiarkan sepasang tangan kekar Rangga menariknya dan menenggelamkannya di dadanya yang bidang.Sebelum berkonsentrasi menormalkan aliran darahnya,dirasakan sebuah kecupan mendarat di dahinya.Persis seperti enam bulan silam saat Rangga meninggalkannya.Dan mereka baru sadar manakala sayup-sayup suara merdu dan syahdu memanggil…”marilah menuju kemenangan…. Marilah menuju kemenangan….    
                                                                         ****                                                                                                             
                                                                                          Nipah Kuning,Pontianak Desember 2009

0 komentar:

Posting Komentar