Agus Wahyuni
Borneo Tribune, Pontianak
Nasabah dan broker seperti dua sisi mata uang. Keduanya punya ikatan. Menjalin kerjasama dan menjalankan perannya di pasar modal. Tapi investasi yang dibangun dengan modal kepercayaan belum menjamin keamanan berinvestasi. Hadirnya Kartu Acuan Kepemilikan Sekuritas (AKses) akan mewujudkan pasar modal Indonesia yang transparan dan terpercaya.
“ Bermain saham itu gampang- gampang susah. Jika salah strategi kita yang menanggung rugi, “ kata Sri Susilawati. Siang itu. Pekan lalu, di Pontianak.
Sri adalah aktivis perempuan juga pengusaha sukses asal Kalbar. Sebutan aktivis diambil dari sederet nama organisasi digelutinya sampai sekarang. Yakni, Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia, Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan Dan Putra Putri Tni Polri, Komite Nasional Pemuda Indonesia, sampai pengurus partai politik - Golkar Kalbar.
Sukses di bidang organisasi, Sri juga sukses berinvestasi di pasar modal dengan bermain saham sejak 2003.
Dimulai dengan perkenalan salah satu broker di Kota Pontianak yang menawarkan peluang investasi masa depan di pasar modal. Maklum, investasi lain seperti perumahan, niaga dan deposito sudah dimilikinya. Tapi investasi di pasar modal baru pertama ia dengar ketika itu. Merasa tertarik, Sri pun bergabung menjadi nasabah.
Sebagai pemain pemula, ia memulai investasi dengan modal kecil, sebesar Rp 10 juta dari saran dan masukan brokernya. Juga mengetahui ke mana arah pertumbuhan ekonomi, artinya apakah sedang boom, atau depressi atau diantaranya.
“Kalau ekonomi sedang dalam pertumbuhan meningkat, maka itulah saat yang paling tepat berinvestasi,” kata Sri, menirukan saran brokernya.
Begitu juga dalam memilih industri dan track recordnya. Harus familiar dan lebih disenangi. Karena dengan memilih industri memiliki track record yang baik dapat memberikan keuntungan selama bertransaksi. Dari strategi tadi, Sri bisa meraup untung yang berlipat ganda dari deviden di sektor perbankan dan pertambangan.
Meski begitu, bergelut di dunia saham seperti melawan waktu. Bukan nasabah yang mengatur waktu, tapi waktu yang mengatur transaksi. Sementara Sri sendiri tidak memiliki waktu untuk itu. Seperti memonitor langsung arus transaksi perdagangan saham, karena ada aktivitas lain di luar itu. Seperti mengurus pekerjaan di kantor dan keluarga di rumah.
“ Jadi, setiap kali bertransaksi di pasar modal, saya serahkan sepenuhnya kepada broker.”
Selain Sri, kondisi tidak jauh berbeda juga dialami Tan Beng Tek. Ia pengusaha asal Kota Pontianak dan pemain lama di pasar modal, sejak 1993. Dimulai dengan investasi awal sekitar Rp 11 juta. Nilai mata uang yang cukup besar ketika itu. Sehingga ia bisa bermain saham menggunakan cara spekulan dan membelinya dengan jumlah banyak.
Sekedar mengetahui perkembangan transaksi, ia harus duduk seharian di kantor brokernya, di Pontianak. Mulai pukul 08.00 sampai tutup market. Alhasil, sekarang dana yang dikumpulkan di rekeningnya jumlahnya berlipat ganda dari investasi awal pergerakan dana di pasar efek. Tidak disebutkan besaran jumlahnya. Baginya, investasi di pasar modal sebagai alternatif investasi, selain menyimpan dana dalam bentuk deposito, dana pensiun dan lainnya.
Sayang, nasabah sukses seperti Sri dan Tan Bun Tek masih membangun sistem kepercayaan dengan brokernya. Padahal cara itu belumlah cukup bagi nasabah yang memiliki nilai investasi yang besar jika tidak ingin menderita kerugian yang besar pula. Karena setiap investasi yang dijalani tidak sepenuhnya aman.
Kasus Melinda salah satunya ? Manajer Citybank yang berhasil menilap uang nasabahnya hingga puluhan miliar rupiah. Kasus serupa juga pernah mendera industri pasar modal. Contohnya kasus PT Sarijaya, perusahaan sekuritas atau broker diduga melakukan penggelapan rekening efek nasabahnya.
Berangkat dari kasus itu, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) satu Self Regulatory Organization (SRO) di pasar modal Indonesia mencoba membangun sistem keamanan dan transparansi kepada nasabah pasar modal, sehingga penggelapan dana nasabah tidak terjadi lagi.
Melalui produk Kartu Acuan Kepemilikan Sekuritas (AKses), bakal memberikan sarana informasi kepada investor dengan gratis dan secara online. Kelebihan Kartu Akses, bisa mengakses dan memonitor data posisi efek serta catatan kepemilikan dana yang disimpan investor dalam sub rekening efek.
Apalagi di Kalimantan Barat, dunia pasar modal cukup bergairah. Setiap tahun menunjukkan trend peningkatan jumlah nasabah. Begitu juga dengan perputaran dana di pasar efek. Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) di Pontianak mencatat, jumlah transaksi per hari mencapai Rp 1triliun lebih dari 3.000 investor.
Nah, bagaimana menjamin dana nasabah agar aman dan bisa transparan? Kehadiran Kartu AKSes, nasabah dapat melihat langsung investasi dan kekayaan berupa efek termasuk saham, obligasi dan lainnya yang tersimpan dan bagaimana nilai investasinya tersebut berkembang, tidak ubahnya seperti investasi yang lain.
Peluncuran Kartu AKses perdana telah dimulai 23 Desember 2009. Di Kalbar baru diperkenalkan Maret 2011.
Meski terbilang baru, pertumbuhan jumlah nasabah Kalimantan Barat tertinggi di regional Kalimantan. Begitu juga dengan sub account dan login Akses. Data KSEI menyebutkan, Kalimantan Barat memiliki 3.206 Sub Account, 1.066 Kartu AKSes dan 374 Login AKSes.
Bandingkan dengan Kalimantan Timur memiliki 3.295 Sub Account, 639 Kartu AKSes dan 148 Login AKSes. Kalimantan Selatan memiliki 1.285 Sub Account, 194 Kartu AKSes dan 35 Login AKSes. Kalimantan Tengah memiliki 231 Sub Account, 34 Kartu AKSes dan 8 Login AKSes.
“ Sayang, pertumbuhan pengguna dan login AKses belum mencapai target sejak awal program ditetapkan,” kata Syafruddin.
Ia adalah Kepala divisi Pengembangan Layanan Jasa PT KESEI, berkantor di Jakarta. Ketika hadir di Hotel Mercure, Pontianak Maret lalu pernah menyebutkan pertumbuhan penguna Kartu AKses belum menggembirakan.
Angka kepemiikan kartu AKSes hingga Juni 2010 baru 395 pemilik kartu. Setelah 6 bulan program sosialisasi berjalan, akhir Desember 2010 telah tercapai jumlah 768 atau naik 94 persen, dan pada Q1 2011 bertambah lagi 298 menjadi total 1.066.
Angka itu belum mencapai target yang ditetapkan di awal program. Ditargetkan selama setahun program berjalan kepemilikan Kartu AKSes mencapai 50 persen dari jumlah sub rekening efek saat ini baru sekitar 33 persen.
“ Semua itu karena keterbatasan informasi mengenai pasar modal,” katanya.
Pihak KSEI mencoba menjalankan program sosialisasi Kartu AKSes kepada masyarakat yang sudah berinvestasi di pasar modal di berbagai daerah. Termasuk memperkenalkan Kartu AKses di Kalbar.
Karena Kalbar daearahnya yang luas, 1,5 kali luas pulau Jawa. Juga dikenal sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alamnya membuka banyak peluang pengusaha berinvestasi di pulau Borneo itu. Seperti sektor pertambangan, perkebunan, pertanian sampai ke perbankan.
Begitu juga dengan perputaran uang masyarakatnya. Sepanjang 2011 perputaran uang tunai yang masuk dan keluar dari Kantor Bank Indonesia Pontianak menunjukkan peningkatan 43,98 persen.
Rata-rata bulanan, aliran uang kartal yang masuk atau inflow naik dari Rp40 miliar menjadi Rp147 miliar atau melonjak sebesar 263,99 persen. Sedangkan rata-rata bulanan jumlah aliran uang tunai yang keluar atau outflow mengalami perlambatan 17,89 persen yaitu dari Rp340 miliar menajdi Rp401 miliar.
Meski begitu, Kalbar masih dihadapkan dengan masalah kondisi infrastruktur yang buruk. Begitu juga dengan penyebaran penduduk sampai ke pedalaman dan perbatasan yang sulit dijangkau dengan transportasi.
Kondisi itu menjadi tantangan tersendiri bagi KSEI. Bagaimana menangkap peluang dan memasarkan peluang investasi di pasar modal kepada masyarakat Kalbar dengan menggandeng PIPM di Pontianak.
Kepala Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) Pontianak, Isma Swadjaja menyebutkan, dari 14 kabupaten kota di Kalbar penyebaran baru dua kota dengan jumlah nasabah terbanyak, yakni Kota Pontianak dan Singkawang.
Yang menjadi kendala, mewujudkan kepemilikan Kartu AKses agar bisa mencapai target masih terbentur menggunakan sistem berbasis internet. Sementara di Kalbar tidak semua nasabah paham dengan komputer.
Data PIPM Pontianak menyebutkan, hampir 60 persen nasabah sudah memasuki usia senja atau berkisar 40 tahun ke atas. Diusia itu, nasabah kurang begitu paham bagaimana cara mengoperasikan komputer yang berbasis internet. Sehinga nasabah beralih kepada broker membantu melakukan transaksi. Yang terjadi, begitu nasabah disodorkan kepemilikan Kartu AKses, nasabah kesulitan melakukan login karena kurang paham dan merasa kerepotan mengaksesnya.
Berbeda dengan kelompok usia muda atau di bawah 40 tahun. Mereka sudah paham cara mengoperasikan komputer dan sudah menjadi dunia mereka. Dengan pengetahuan itu nasabah di usia muda bisa memantau transaksi saham melalui internet.
Agar masyarakat bisa paham dan sepengetahuan, PIPM Pontianak telah menggelar pelatihan pengenalan dasar pasar modal kepada masyarakat Kalbar secara gratis alias tanpa dipungut biaya. Mulai dari mahasiswa, pegawai negeri, pengusaha, ibu rumah tangga sampai kepada wartawan.
Program itu baru berjalan tiga bulan dengan jumlah pesertanya mencapai ratusan orang. Dengan mengenalkan apa itu pasar modal. Bagaimana cara berinvestasi atau berbisnis di pasar modal, apa saja produknya. Apa resikonya. Bagaimana melakukan analisa, dan lainnya bukan hal yang mudah untuk disampaikan dan tidak cukup disampaikan sekilas sekali dua kali.
Ia beranggapan, masyarakat yang belum berinvestasi karena masih ragu dengan bentuk investasi yang relatif tidak riil. Berbeda dengan bentuk investasi konvensional seperti emas, properti, tanah dan lainnya yang secara nyata dapat dilihat bentuknya.
Dari segi bisnis, peluang di pasar modal cukup besar dibandingkan dengan peluang bisnis di sektor riil. Meski pada prinsipnya bisnis lebih dinamis dan lebih ber-resiko. Bila sektor riil lebih menarik, ada resiko tapi secara alami lebih mudah dipahami dan dijalankan, pasar modal mungkin belum akan dilirik karena relatif sehingga perlu pemahaman khusus.
Nah, materi itu juga ditujukan dengan sejumlah perusahaan di daerah Kalbar. Seperti perkebunan saiwt, pertambangn dan perbankan di pasar modal. Karena dareah lain, pasar modal sudah merambah sejumah perusahaan daerah pemerintah dan swasta.
Contohnya Bank Jawa Timur. Setelah memastikan kinerjanya membaik dan terus meningkat, Bank daerah itu telah siap memperdagangkan 25 persen saham ke lantai bursa.
Di Kalbar juga ada bank daerah, namanya Bank Kalbar. Kinerjanya tidak kalah dengan Bank Jatim. “ Harapan kita ke depan, Bank Kalbar sama seperti Bank Jatim. Sama- sama masuk dalam bursa saham,” kata Swadjaja.
Bagaimana dengan nasabah di usia lanjut?
“ Sejauh ini nasabah dan broker di Kalbar masih terjalin dengan baik dan aman,” kata Hari Halidi. Ia Kepala Cabang Reliance Securitas Pontianak atau broker.
Di Kalbar sudah ada 16 lembaga sekuritas membina dan mendampingi nasabah berinvestasi di pasar modal. Menurut Heri, semakin banyaknya perusahaan sekuritas di Pontianak menunjukkan akan semakin tersebarluasnya informasi terkait pasar modal dan ikut serta mensosialisasikan kepada nasabah manfaat Kartu AKses.
Selain nasabah, PT Reliance telah melakukan bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Tanjunpura Pontianak dua bulan lalu dengan memasukkan kurikulum mata kuliah bursa saham kepada mahasiswanya. Tujuannya agar menarik lebih banyak lagi peminat bursa saham dari kalangan muda.
“ Dari situ akan lahir sumber daya manusia yang konsen dan mampu memberikan gairah baru dunia pasar modal,” Halidi.
Artinya, ada pendatang baru pemain bursa saham yang bakal meramaikan perdagangan saham khusus wilayah Kalbar. Karena mereka dibekali pemahaman baru tentang bagaimana cara bertransaksi dengan aman dan transparan.
“ Caranya dengan memperkenalkan kartu akses kepada mereka,” kata Halidi.
Karena di sejumlah daerah di pulau Jawa gairah pasar modal saham sudah melirik peluang mahasiswa. Bahkan, jumlah transaksi perdagangan saham terbilang besar, mencapai Rp 2 miliar lebih.
Halidi berpendapat, nasabah yang memilik Kartu AKses adalah nasabah yang memiliki identitas dirinya melakukan kegiatan pasar modal. Identitas tersebut berupa nomor id yang nantinya berkaitan dengan kata kunci yang digunakan untuk mengakses data efeknya.
Nilai tambah lain, lembaga sekuritasnya sudah menjalankan regulasi dari Bapepam-LK yang mewajibkan perusahaan sekuritas untuk melakukan pemisahan rekening dana nasabah untuk merubah kondisi saat ini yang masih menggabungkan seluruh dana nasabah dalam satu rekening perusahaan sekuritas.
Keadaan ini memicu percampuran dana nasabah sehingga nasabah dalam hal ini investor tidak bisa melihat kondisi keuangan mereka dalam rekening perusahaan sekuritas. Dengan adanya regulasi tersebut, transparansi bisa dihadirkan dalam pasar modal sehingga rasa aman bisa didapat oleh investor dan lembaga sekuritas yang ada.
Bila hal ini dapat tercapai, tentunya aktifitas di pasar modal dapat lebih bergairah menanamkan investasinya dan investor tidak perlu ragu lagi dan harus percaya dengan kepemilikan Kartu Akses, akan membuka ruang dan peluang investasi di tanah Borneo.